Saya Andre (follow saya di @andnej), seorang pecinta sepeda. Blog ini saya buat untuk 'share' segala sesuatunya seputar sepeda. Selamat menikmati artikel yang sudah saya siapkan
Perlukah sepeda ringan? Sejauh saya mengenal sepeda, semakin ringan sepeda, semakin ringan pula isi dompet anda setelah menebusnya. Kalau ditanya ke kebanyakan orang, jawabannya adalah perlu. Sebenernya perlu nggak sih ?
Sebetulnya balik lagi ke anda lagi, apa yang dicari ? sebrapa tinggi performance yang diinginkan ?
Supaya bisa njawab pertanyaan itu mari kita periksa fakta faktanya:
- Pada saat gowes, yang dibawa itu total berat sepeda dan orangnya
- Gowes itu sebetulnya melawan angin
Simplenya, coba dirasakan waktu gowes, gowes itu kita mbawa seluruh beban melawan angin. Artinya? tenaga yang kita keluarkan itu untuk melawan tenaga dari angin (semakin kencang anginnya semakin berat, kalau angin dari belakang ya kita tambah cepat, kalau angin dari depan ya selamat berjuang). Itu juga berarti semakin berat beban yang dibawa, semakin lambat jalannya. Berarti efek? iya donk, tapi sebrapa efek?
Contohnya berat saya sendiri 78 kg, sepeda saya 10 kg. Total berat 88 kg. Berat sepeda saya menyumbang 1/9 dari keseluruhan berat. Kalau saya beli Specialized Tarmac SL4 yang beratnya 7 kg, saya menurunkan total berat menjadi 85 kg. Berat badan ideal saya 65 kg, dengan kata lain saya kelebihan 13 kg. Mari kita cek efeknya via http://bikecalculator.com/.
Pada gambar di atas, saya masukkan berat saya dan berat sepeda saya apa adanya, bisa dilihat dengan power 200 watt (rata rata) saya bisa mencapai kecepatan 31.52 km/h.
Lalu saya coba kalau saya memakai berat sepeda idaman saya, ternyata cuma nambah 0.08 jadi 31.60 km/h.
Lalu terakhir kalau saya mencapai berat ideal saya, naik dikit jadi 31.87 km/h
Dari situ bisa dilihat kalau yang dihitung berat total berarti nurunin 3 kg itu tidak efek banyak, kalau gowes pengen kenceng ya powernya ditingkatin. Kalau nggak balapan ? ngapain sepeda enteng - enteng ? kecuali kl memang sedang kelebihan uang atau gak tahu THR nya mau buat apa.
Setelah lama memilih sepeda, hal yang menyenangkan itu waktu sepeda diantar ke rumah. Kalau kita beli langsung di toko biasa sudah dirakitkan/dipasangkan tapi kalau kita beli sepeda itu online, biasa akan datang dalam bentuk dus seperti di atas. Paling mudah memang cukup bawa ke toko sepeda terdekat. Tapi kalau bisa melakukannya sendiri tentu lebih asyik. Pada artikel ini akan saya bahas seandainya kita memilih untuk memasang sendiri. Berikut list perlengkapan yang diperlukan untuk memasang sepeda sendiri:
- Kunci Allen (lupa ukurannya, siapkan saja 1 set)
- Obeng +/-
- Kunci cones, biasa dijual sepasang berukuran 13,14,15,16 untuk memasang sepeda
- Pelumas water proof untuk melumasi bagian dimana logam ketemu logam (stem, seat post)
Berikut penampakannyta setelah dus dibuka, tidak terlalu menyeramkan bukan? Biasanya di dalam dus, mayoritas sudah terpasang rapi. Bagian yang masih terlepas yaitu: dropbar/handlebar, ban depan, dan seatpost.
Kita mulai dengan mengeluarkan semua part dan memotong semua cable ties/zip ties yang terdapat di dalamnya. Hati - hati jangan sampai membuat cat terkelupas oleh gunting yang dipakai, dan jangan membuang dus ataupun plastik - plastik yang terdapat padanya supaya kalau kita mau pack sepedanya kembali (misal mau sepedaan di Kuala Lumpur ataupun di negara lainnya) tinggal dipack. Perhatikan pada sekitar roda terdapat plastik di as nya, waktu saya pertama kali melepas plastik itu secara tidak sengaja merusak plastiknya sehingga tidak bisa dipakai kembali, plastik ini sebetulnya untuk menahan supaya roda tidak goncang dan mengenai frame.
Lalu kita mulai memasang roda depannya, biasanya as quick release tidak menempel pada hub depan, memasangnya juga nggak sulit cukup dibuka dan dimasukkan ke ban depan. Setelah quick release ini dipasang, kita pasang ke fork depan. Dikencangkan dan dikunci, pastikan kunci menghadap atas dan bukan menghadap depan sehingga berbentuk menyerupai tanduk, supaya tidak menyebabkan kecelakaan.
Berikutnya drop bar dan handle bar dipasang, cukup mudah kok tinggal lepas bagian stem dengan menggunakan allen wrench lalu dipasang kembali, jangan lupa beri sedikit pelumas di bagian di mana logam dan logam bertemu, tujuannya untuk mengurangi gesekan, memperpanjang umur frame, mengurangi resiko karat.
Dan terakhir, pasang seat post, pasang semua kabel dan setel RD dan FD nya (kalau sepeda polygon semua kabel sudah terpasang). Untuk penyetelan FD dan RD bisa diikuti di video berikut:
Setel dulu RD sebelum mulai adjust FD nya, karena setelan FD sangat bergantung pada setelan RD.
Dan kemudian setel FD nya. Jangan lupa ada barrel adjuster untuk menambah atau mengurangi tegangan. Saya menghabiskan waktu sangat lama untuk setel FD dan RD pertama kali, hanya karena saya nggak tahu ada barrel adjuster ini. Ada kalanya setelan cukup untuk gigi kecil tapi kurang untuk gigi besar, dan sebaliknya. Ternyata hal ini bisa dengan mudah dibantu dengan barrel adjuster. Barrel adjuster ini lokasinya di bagian down tube untuk sepeda balap dan di dekat shifter kalau di sepeda MTB.
Mudah bukan? dan memasang sendiri menambah keasyikan dari pengalaman memiliki sepeda baru.
Terima kasih sudah membaca kalau ada yang mau ditanyakan bisa lewat comment di bawah.
Sepeda ini saya beli di awal November 2009, memang sudah lazim bagi para produsen sepeda untuk mengeluarkan produk mereka lebih awal dari tahun keluarnya. Ini sepeda saya kedua yang saya beli dengan uang hasil kerja sendiri, yang sebelumnya Poligon Galleon, sebuah sepeda hibrid keluaran Polygon. Dulu sebelum saya beli Polygon Galleon itu saya sempat bimbang, antara Galleon dan Roadster, karena harganya sama. Polygon Roadster itu sepeda balap keluaran Polygon. Sebagai pemula saya sangat tertarik dengan sepeda balap terutama karena kedua om saya dulu pesepeda balap amatir di daerah Bojonegoro. Tapi waktu memilih sepeda saya ragu, terutama karena dengan harga yang sama kok kalo beli sepeda balap dapat groupset kelas bawah, sementara kalau beli MTB dapat groupset yang dah lumayan (Polygon Galleon dilengkapi dengan groupset Shimano Deore 9sp). Baru setelah beli saya baru tahu kalau bedanya lumayan banyak antara sepeda balap dan sepeda MTB.
Sepeda balap memiliki sprocket dengan range sekitar 11-25T sedangkan sprocket MTB memiliki range 11-32T, kelebihan sprocket dengan rentang yang kecil atau istilahnya close ratio membuat perpindahan gigi lebih mulus, apalagi untuk balapan dimana dengan rasio gigi lebih kecil akan sangat membantu untuk menjaga cadence. Crank dari sepeda balap biasanya double, triple atau compact, sedangkan untuk MTB lazimnya tripple. Ratio gigi dari crank sepeda balap pun jauh, yaitu 53-39 untuk double, 52-39-30 atau 50-39-30 untuk triple dan 50-34 untuk compact, lebih lanjut mengenai pemilihan crank akan saya bahas di post lainnya. Untuk crank MTB, ratio umumnya 44-34-24 untuk Shimano dan 48-38-28 untuk SunTour. Ratio crank sepeda balap lebih tinggi karena dipakai untuk balapan di jalan raya di mana jalanan mulus dan kebanyakan flat. Sementara untuk MTB ratio lebih rendah karena kebanyakan dipakai di medan terjal dan cenderung nanjak.
Spesifikasi dari Specialized Allez Sport Double 2010 ini bisa dilihat di link berikut ini. Seperti bisa kita lihat bahwa sepeda ini dilengkapi dengan groupset campuran Shimano Sora - Tiagra. Kalau kita baca review Shimano Sora, groupset ini lemah di Rear Derailleur di mana karena terbuat dari plastik (mungkin yang seri 3300) sering patah. Mungkin itu kenapa kok seri ini diberi Rear Derailleur Tiagra sementara brifter dan Front Derailleur nya Sora. Crank dikasih Truvatif Isoflow yang mana masih ikut standard squared tapered dan belum HollowTech2. Pada rantainya diberi Chain Connector merk KMC yang mana sangat membantu untuk maintenance rantai.
Saya menyayangkan kok diberi brifter Shimano Sora dan bukannya Tiagra, Brifter Shimano Sora ini, seperti bisa dilihat di gambar disamping, menggunakan thumb shifter. Thumb shifter ini kalau yang bagian kiri, agak keras di awal, perlu waktu cukup lama sampai enak digunakan. Bagian kanan yang mana untuk mengendalikan rear derailleur tidak sekeras yang kiri. Untuk kondisi tangan di drop sih nggak ada masalah untuk shifting nya. Masalah muncul waktu tangan ada di bagian drop dari dropbar. Diperlukan jempol yang panjang untuk menekan tuas thumb shifter nya. Masih bisa diakali dengan menggeser tangan, tapi dalam kondisi balapan hal ini cukup menyulitkan dan kehilangan 1 detik sangat sulit dicapai kembali.
Karet rem yang diberikan cuma tahan 1000 KM, dan karena saya alpa dalam menggantinya berakibat rim nya tergerus. Hub belakang yang diberikan pun kualitasnya kurang, setelah 1000 KM divonis oleh mekanik Sinar Bangka sebagai 'bodi hub goyang dan harus diganti', kondisi bodi hub goyang ini cukup mengganggu shifting. Ban luarnya juga cuma tahan 1000 KM dan saya ganti dengan Maxxis Detonator.
Bagian yang paling bersinar dari sepeda ini adalah bagian framenya. Enteng untuk ukuran alumunium, selain itu waktu digowes rasanya cepat sekali. Bahkan adik saya yang tidak ngerti sepeda pun bisa bilang kalau sepeda ini kencang. Kalau saya bandingkan dengan sepeda MTB saya yang saya dapat dari hadiah kompas sih jauuuh, sekitar 2-5 kmh untuk effort yang sama.
Pada akhirnya saya lakukan upgrade untuk mengganti part - part yang saya kurang sreg:
- Brifter: 105
- Crankset: Shimano Sora Compact 50-34
- Hub: Shimano 105
- Rims: H+SON SL45
- Sprocket dan rantai 105
- Ban Maxxis Detonator
Kesimpulan saya sepeda ini layak untuk dibeli, kalau ada pengetahuan lebih mengenai sepeda lebih baik beli framenya saja lalu pilih sendiri komponennya, atau kalau punya uang lebih, lebih baik ambil seri yang lebih tinggi seperti Allez Comp atau Allez Elite. Allez tahun produksi 2011 ke atas diberi geometri yang sama dengan Tarmac hanya saja bahannya alumunium.
Terima kasih sudah membaca.
Berikut cara saya memilih ukuran sepeda Specialized Allez ini.
Ukuran sepeda hanya 1, Itulah yang ada di pikiran saya sebelum saya mulai Bike To Work dan membeli sepeda saya yang pertama kali dengan uang sendiri. Ngobrol - ngobrol di milis B2W Robar, ternyata frame sepeda itu bagaikan baju, ada ukuran dan itu personal setiap orang. Ukuran ini kadang dinyatakan dengan XS, S, M, L, XL ada juga dengan angka. Penentuan SML dari frame pun ternyata tidak ada standard pastinya, S di Polygon bisa berarti M di Giant. Lalu kalau begitu bagaimana cara memilih ukuran yang pas?
Ada 2 cara buat milih, cara simple dan cara susah. Kita bahas cara yang simple dulu yah. Cara paling mudah itu datang ke toko sepedanya lalu minta saran ke yang jual, kalo yang jual pintar seperti di salah satu toko sepeda di Roxy, akan ditunjukan sepeda sepeda yang 'bisa pakai', berikutnya ya dicoba dinaiki, Pastiin batang yang horizontal (liat gambar di atas, ada labelnya TT, istilah ilmiahnya Top Tube) tidak mentok di selangkangan, pastikan ada jarak sekitar 2 cm, hal ini untuk memudahkan kita berhenti mendadak. Bagian yang kita ukur ini istilahnya Standover Height. jaman dulu standover height menjadi ukuran paten untuk menentukan sepeda ini ini pas untuk kita atau tidak, tapi hal tersebut sudah bukan patokan umum lagi karena setiap sepeda memiliki geometrinya masing - masing dan unik. Lalu cek ketinggian sadelnya, tinggi sadel optimal itu sadel berada sedikit di atas pinggang. Kesannya memang terlalu tinggi karena kaki kita tidak menapak tangan ketika sedang naik sepeda tapi itu wajar, karena sadel yang terlalu rendah berakibat paha membesar dan tenaga gak optimal. Cek video di sebelah untuk cara naik sepeda dengan baik.
Kalau yang dicoba itu sepeda balap atau MTB dengan fork rigid, dengan posisi tangan ada di hood, dilihat as roda depan. Kalau as roda depan ada di depan handlebar berarti stem kurang panjang, kalau as roda depan ada di belakang handlebar berarti stem nya kepanjangan. Ukuran stem itu 8-12 cm, lebih panjang dari 12 cm sepeda kurang stabil, kurang dari 8 cm biasa dipakai di sepeda downhill. Kalau ternyata stem perlu lebih panjang dari 12 cm, berarti sepedanya kekecilan, perlu ganti ke 1 ukuran lebih besar. Kalau stem perlu dipendekin jauh, besar kemungkinan sepedanya kebesaran.
Ok itu kalo cara mudah, kenapa ada cara susah ? cara yang susah itu lebih presisi, beberapa orang lebih suka model hasil perhitungan eksak. Untuk perhitungan eksak bisa dilakukan di sini. Setelah dapat hasilnya biasanya bingung, dengan informasi yang didapat di situ gimana cara milih sepeda yg benar? Untuk pemula seperti kita, cuma perlu lihat ukuran Top Tube (cek gambar paling atas, ada label TT) dan ukuran Seat Tube (label ST), yang paling penting adalah panjang Top Tube. Pas tidaknya sepeda ditentukan dari Top Tube, pilih yang Top Tube nya mendekati dan standover height nya tidak melebihi standover height kita. Contoh: standover height maksimum saya 74 cm, top tube saya 53, Specialized Allez 2010 size S top tube nya 53 cm dan standover height nya 75 cm sedangkan size XS top tube nya 52 dan standover height nya 73 cm, sudah pasti saya memilih yang XS.
Lalu informasi lainnya untuk apa ? Seat tube angle ini biasa berada di rentang 72-76 derajat, semakin tinggi angkanya posisi semakin agresif, kalau dipakai jarak jauh (di atas 100 km) kurang efektif karena lebih capek, sepeda yang fokus ke kenyamanan ataupun untuk endurance biasanya 72 derajat, demikian pula sepeda balap classic ataupun cyclo cross. Head Tube angle itu menentukan stability, panjang sepeda itu penting untuk sepeda balap di mana panjang seharusnya adalah 100 cm, kalau lebih pendek dari 95 cm biasa kurang stabil dan kalau lebih panjang biasa susah nikung. Variabel lainnya yang menentukan kesulitan nikung itu fork rake yaitu jarak ujung fork sebenarnya dibandingkan jika fork itu lurus sempurna.
Kalau ada informasi yang kurang jelas terutama seputar ukuran sepeda silahkan ditanyakan, akan saya coba jawab semampu saya.
Mungkin kalo liat gambar di atas ada beberapa reaksi:
- "O sepeda balap bisa dipakai di lelumpuran toh"
- "Ya ampun, sepeda balap kok dipake di lumpur"
Cyclo Cross itu event yang dimulai di eropa, pada mulanya para pembalap bingung mau ngapain di musim salju, akhirnya mereka convert sepeda tua mereka, remnya dipakein cantilever, bannya digedein dan mainlah mereka di tengah salju dan lumpur. Tapi di sini saya akan cerita bukan soal event cyclo cross nya tapi soal sepedanya.
Kalo kita bicara 1 sepeda bisa semua tentunya ada banyak kriteria yang kita mau capai:
- Bisa melibas banyak lahan
- Bisa buat jalan - jalan santai
- Bisa buat balapan di jalan raya
- Bisa buat touring alias bisa buat bawa beban banyak
- Bisa buat commuting atau bike to work
Supaya bisa melibas banyak lahan, tentunya powernya ada di ban betul? kita perlu yang bannya bisa dipasang lebar, tapi juga bisa dipasang ban tipis buat di jalan raya. Sepeda cyclo cross dilengkapi dengan ban berukuran 700x32-38 bahkan kalau beli Surly Cross Check bisa ban yang lebih besar lagi. Dengan ban itu kita bisa XC ringan... kalau mau lebih gimana ? bisa! cari sepeda cyclo cross yang pake disc brake alias rem cakram! apa efeknya ? kalo pake rem cakram, tinggal sediain wheelset ukuran 26" dan langsung tempel. Kalau masih pake cantilever ada masalah dengan pengereman, karena diameter rodanya beda, gak bisa ngerem kalo gak dikasih adaptor.
Berikutnya bisa dipake commuting, yang diperluin apa saja sih? kalo demen pake messenger bag ataupun biasa bawa ransel sih semua sepeda bisa, kalo punggungnya dah mulai berasa kurang kuat tentunya perlu dipasangi rak belakang buat taruh tas (istilah kerennya pannier). Rack model seperti di gambar sebelah ini perlu ada dudukan di daerah dekat as roda, yang mana kebanyakan sepeda cyclo cross selalu dilengkapi dengan eyelet untuk fender dan rack. Rack tipe ini bisa sekalian dipake untuk touring karena mampu membawa beban hingga 40 kg. Ada juga tipe yang lebih simple yang dikaitkan di seatpost (batang saddle) kalo tipe ini gak enaknya bisa berubah posisi kalo pas sepeda kena lubang di jalan atau polisi tidur disamping cuma bisa bawa beban maks 5kg. Untuk commuting dengan jarak di atas 10 km, tangan bisa pegal kalo cuma ada 1 alternatif posisi (seperti kalo cuma pake MTB) untuk menambah alternatif posisi tangan paling baik pakai drop bar, sepeda cyclo cross selalu dilengkapi dengan drop bar.
Nah kalo dipakenya untuk touring, rack belakang saja kurang, perlu rack depan juga seperti gambar disamping, otomatis perlu mounting juga di fork depan di mana sepeda cyclo cross buatan eropa kebanyakan ada eyelet nya. Selain itu untuk touring paling baik pakai butterfly bar, namun bisa juga pakai drop bar. Gunanya ? sama kayak di atas, biar tangan ada banyak posisi. Selain itu disarankan juga pakai ban 26" jadi kl misal ada masalah dan berakibat rim/velg peyang masih bisa cari gantinya dengan mudah. Dan tentunya dengan ban 26" ada banyak jalan yang bisa dilibas, karena yang namanya touring nggak selalu di jalan besar dan kebanyakan tempat yang menarik dikunjungi selalu jalannya rusak karena belum tersentuh pembangunan.
Kalau buat balapan ? nah balapannya di mana dulu? kalau di jalan raya ya tinggal ganti aja bannya dengan 700x23, kalo balapannya di JPG alias MTB ya pake aja ban 26". Cuma kalo balapan di jalan raya ati2 kalo ngerem karena rem cakram lebih pakem dari standard u-brake yang dipake di sepeda balap umumnya.
Kalo buat jalan - jalan santai, nah yang namanya jalan - jalan santai tentu perlu kondisi badan relaks, posisi badan upright. Simple sih, yang digenggam itu bagian flat bar nya drop bar, nggak usah takut kejauhan dari rem karena sepeda cyclo cross dilengkapi dengan interupter brake. Soal shifting juga gak perlu pusing toh jalan - jalan santai tinggal pake aja shifter yang ada di drop bar dari hood, beres dah.
Segitu lengkap, kekurangannya apa? *grins*
Kuncinya di geometri, kalau untuk bener2 buat balapan posisinya kurang agresif, dan tentunya nggak mungkin dipake buat downhill, kalo mau dipake buat touring juga berarti materialnya harus cromoly yang mana kalah stiff dibanding alumunium ataupun carbon efeknya ? ada tenaga yang hilang. Otomatis sepeda juga lebih berat dibanding sepeda balap, sekali lagi ada tenaga yang terbuang. Dan juga nggak bisa dipake untuk bikin fixie kecuali pake Surly Cross Check.
Singkat cerita, kalau ada uang banyak, dan diperbolehkan istri untuk nyimpen sepeda banyak ya mending beli 1 sepeda untuk 1 keperluan. Dan perlu diliat baik2 tidak semua sepeda cyclo cross ngasih eyelet untuk fender, rack belakang dan rack depan. Yang saya tahu ngasih semua itu Specialized Tricross, Surly Cross Check, Masi CX Uno, dan 1 sepeda Genesis yang dipajang di Pancalen Cycles
Kalau kita lihat sekilas di jalanan di pagi hari di mana banyak orang yang bersepeda ke kantor, kebanyakan yang terlihat itu MTB dan sepeda lipat. Sebenarnya ada banyak sekali tipe sepeda yang beredar di pasar, ada MTB, road bike, sepeda lipat, city bike, cruiser, dan variasinya. Saya coba kelompokkan menjadi 3 group, yaitu:
1. MTB
2. Roadbike
3. Lifestyle
MTB atau Mountain Bike atau bahkan waktu saya masih SMP dulu dikenal dengan nama sepeda Federal (salah kaprah sih, Federal itu mereknya) sepeda yang paling umum ditemui di jalan dan toko - toko. Keunggulan sepeda ini adalah kemampuannya melibas aneka lahan, baik itu jalan mulus, berbatu, terjal, tanjakan, lumpur. Biasa dilengkapi dengan suspensi depan dan kadang juga belakang (istilah kerennya 'fullsus').
Roadbike atau biasa dikenal dengan nama sepeda balap, biasa dipakai untuk kebut kebutan di jalan raya (istilah kerennya tarkam, alias tarikan kampung). Kebanyakan sepeda yang dilengkapi dengan drop bar disebut sebagai road bike, namun sebenarnya ada beberapa varian dari road bike: time trial, cyclo cross, touring. Masing - masing sesuai dengan peruntukannya dan tidak bisa dengan mudah dikonvert untuk dijadikan mode lain. Sepeda time trial dipakai untuk event Individual Time Trial di mana seseorang berpacu dengan waktu untuk rentang jarak tertentu. Cyclo Cross sendiri didesain untuk medan berlumpur, dilengkapi dengan ban agak gendut (700x28-38) dan rem Cantilever ataupun Disc brake untuk memungkinkan pengereman di kondisi sepeda sudah penuh dengan lumpur. Dan sepeda touring didesain dengan ban 26" supaya mudah mendapatkan gantinya kalau sedang touring ke pedalaman, drop bar untuk mendapatkan banyak posisi tangan, dan juga didesain untuk membawa beban banyak (40kg++)
Untuk lifestyle itu kategori di mana sepeda bukan MTB, bukan pula sepeda balap. Di kategori ini terdapat sepeda hybrid, yang mana pernah saya ulas di sini. Ada pula city bike atau biasa dikenal sebagai sepeda kranjang. Ada pula sepeda cruiser seperti pada gambar disamping, efektif sekali untuk bersepeda di tempat berpasir seperti pinggir pantai.
Ada sepeda begitu banyak lalu gimana milihnya ya ? Untuk panduan, saya siapkan kuesioner berikut
1. Sepedanya akan dipakai untuk apa? Commuting/Balapan/Touring
2. Jalanan seperti apa yang akan dilalui? Aspal mulus, aspal rusak, berbatu, berlumpur, nanjak, nurun
3. Apakah akan full ditempuh dengan sepeda ataukah akan mix dengan sarana transportasi lain seperti bus, angkot dan kereta api?
4. Anda boleh beli berapa sepeda?
Mayoritas orang memakai sepeda untuk keperluan sehari - hari, beli nasi padang, dan ngantor dan kebanyakan yang dilalui itu aspal mulus. Untuk keperluan seperti ini di mana barang bawaan tidak banyak dan yang dilalui jarang jalanan rusak, saya sarankan pakai MTB ataupun City bike atau sepeda keranjang.
Untuk mereka yang suka balapan di jalan raya, harga mati tidak bisa ditawar yaitu road bike atau sepeda balap. Yang balapan di trek seperti JPG ya jelas pakai MTB. Yang suka touring, pakai sepeda touring, lebih lanjut soal touring akan dibahas di post lain.
Jalanan yang ditempuh menentukan ban apa yang dipakai, untuk jalanan aspal mulus, paling baik memakai ban yang slick atau semi slick dan lebar tapaknya kecil seperti 700x23-25 yang dipakai di sepeda balap ataupun ban 26x1" yang dipakai di MTB, ban dengan diameter kecil memiliki rolling resistance minimum, artinya bisa melaju lebih cepat. Kalau biasa naik - naik ke trotoar paling tidak bannya harus lebih lebar, sekitar 26x1.5" atau 700x32-38 seperti yang ada di sepeda cyclo cross.
Kalau ada mix commuting, disarankan memakai sepeda lipat, sepeda lipat ada 3 macam yaitu yang berbentuk MTB, road bike dan ... yang tidak mirip keduanya seperti yang di gambar disamping ini. Sepeda seperti disamping ini bisa dilipat paling kecil dan dalam tempo sesingkat mungkin. Sementara yang berbentuk MTB sekalipun bisa dilipat tapi tetap besar, dan yang berbentuk road bike biasa bukan dilipat tapi dicerai beraikan. Hati - hati bila memilih sepeda lipat, pastikan anda bisa melipat dengan baik dan mengembalikannya ke kondisi semula. Semakin mahal sepedanya, semakin bagus kualitas engselnya. Saya pernah mencoba melipat sepeda lipat di sebuah pusat perbelanjaan terkenal yang seharga 700rb an, engselnya kurang baik, ada yang sesudah dilipat sulit dikunci ada yang sesudah dikunci sulit dibuka. Untuk sepeda lipat saya rekomendasikan merk Dahon, Downtube dan Bike Friday.
Berikut sebuah video bagaimana 'menceraiberaikan' sebuah sepeda yang dilengkapi dengan SS coupler
Pertanyaan yang biasa saya temui adalah: Bisa nggak saya punya 1 sepeda tapi bisa semua ? Kalau pertanyaannya diajukan 3 tahun lalu, saya jawab tidak, sebaiknya kamu beli 1 sepeda untuk 1 peruntukan. Kenapa ? karena tidak efektif, sepeda hybrid tidak bisa melaju secepat road bike dan tidak bisa melibas semua lahan. Kalau sekarang? saya jawab bisa. Yang mana? tunggu post saya berikutnya yah.
UPDATE: saya sudah menyiapkan jawaban untuk pertanyaan di atas, silahkan disimak
Sepeda Polygon Galleon ini saya pakai selama setahun, kali ini saya review Galleon nya dan kesan saya terhadap sepeda hybrid.
Foto di atas diambil waktu pertama kali ikut nite ride bersama komunitas Bike To Work, di saat itu Malaysia sedang berusaha untuk mengklaim Batik, dan kita gowes bersama malam malam pakai Batik. Kita tunjukkan Batik itu milik kita bangsa Indonesia!
Seperti saya bilang di post saya sebelumnyasepeda polygon galleon ini pertengahan antara MTB dan sepeda balap, lebih tepatnya MTB tapi bannya bukan 26" tapi 700c. Ban 700c biasa dipakai di sepeda balap, cyclo cross ataupun 29ers. Dan hibrid bukanlah 29ers! Simplenya dengan ban 700c bisa melaju lebih kencang, ban yang dipakai di sini berukuran 700x38 yang mana lebih tebal daripada ban yang dipakai sepeda balap yaitu 700x23, efeknya bisa melibas trotoar dengan mudah di saat macet, tapi di jalan raya tetap tidak bisa lebih kencang dari 700x23, karena efek rolling resistance Selain itu kalau dibanding dengan MTB, sepeda ini memakai flat bar dan bukan riser bar, efeknya kita mendapat posisi lebih nunduk, lebih aerodinamis kalo kata roadies mah.
Fork depan yang dipakai memiliki shock absorber, gronjalan di jalan jadi nggak terlalu terasa dikombinasikan dengan ban 700x38 rasanya muluuuus. Ini hal yang paling terasa waktu saya ganti ke roadbike. Di roadbike digunakan fork rigid supaya tidak ada tenaga yang hilang akibat shock. Drive trainnya dipakai drive train MTB yaitu Shimano Deore, shiftingnya mulus, apalagi dikasih shifter dan brake yang menyatu seperti di road bike tapi masih tampilan MTB, maksudnya ? shiftingnya pake brake lever dinaikin dan diturunin, crank dipasang 48/38/28 .. mendekati road bike, sprocket nya 11-32 enak buat nanjak tapi kl buat di jalan raya, rasio nya terlalu jauh. Kadang terasa tll ringan tapi stelah shifting tapi kok masih keberatan.
Berhubung sepeda polygon galleon ini belum pernah dipakai main cross country (XC) jadi tidak bisa review dari sisi MTB nya.
Kesimpulannya: sepeda ini benar benar di tengah, MTB bukan, roadbike juga bukan. Bisa melibas jalanan rusak tapi nggak sejago MTB, bisa buat ngebut tapi nggak secepat roadbike. Karena habitat saya di jalan raya dan saya punya impian untuk bisa gowes secepat motor, saya putuskan saya jual sepeda ini dan ganti ke Specialized Allez.